kreatif, walaupun disayangi dan dimanjakan oleh kakeknya. sehari-harinya Balqis mengikuti kehidupan kakek dalam mengelola sekolah dan usahanya, setiap jum’at sore Balqis dapat tugas menyimpan uang setoran dari supir truk dan dari pompa bensin yang sudah dihitung oleh krani (kasir) untuk disimpan, hari jum’at sebulan sekali kakek meminta Balqis mengambil uang dari peti besi untuk diserahkan ke krani (kasir) untuk membayar gaji guru dan gaji pegawai dan untuk kakek sendiri. Jika diingat rasanya lucu sekali karena Balqis belum pandai baca tulis apalagi menghitung uang yang begitu banyak (modalnya hanya melaksanakan tugas dan tanggungjawab).
Tiba masanya bersekolah, masa ia belajar di taman kanak-kanak, dan merasakan masa yang sangat menyenangkan ketika itu. Namun masa bahagia itu berganti menjadi kesedihan, ketika pada tahun 1953 kakeknya harus bergerilya dan bersembunyi ke gunung. Tahun itu terjadi konflik antara TNI dan DI/TII, yang mana H. Abubakar dimusuhi TNI karena diketahui sebagai penyandang dana untuk Darul Islam. Saat itu, ketika kakeknya tidak lagi bersama, tentara menghancurkan rumah, dan mengambil kedua mobil pribadi dan 10 truk kakeknya. Ketika dalam perjalanan pulang dari sekolah, tentara menyita mobil sedan Plymouth warna hitam yang digunakan, keesokan harinya Balqis ke sekolah naik jeep Willis warna putih dalam ketakutan seorang anak kecil, sang supir berhasil membujuk tentara agar Balqis diantar pulang ke kampung Krueng Panjo terlebih dahulu. Maka dirumah neneknyalah Balqis tinggal, bersama pengasuh berpindah rumah dan berganti nama agar tidak diketahui tentara. Hingga suatu malam mereka dipaksa keluar dari rumah dan menunggu dipinggir jalan raya, ternyata rumah neneknya telah menjadi abu ketika menjelang pagi . Setelah kejadian itu, pengasuhnya yang sempat mendapat todongan senjata laras panjang dimulut agar mengakui sebagai istri kakeknya, menjadi trauma dan pulang ke kampungnya di Berenuen Aceh Pidie.
Sewaktu di Krueng Panjo (1953-1958) nama Balqis diganti menjadi Siti Rohani. Bila kakeknya ingin bertemu, Balqis diminta datang ke persembunyiannya dengan menempuh jalan kaki dua hari satu malam, dijemput oleh orang kepercayaan kakek dan satu pasangan muda untuk mengurus Balqis. Dalam perjalanan, mereka melalui kampung, sawah dan rawa yang penuh tanaman jemblang, teratai, lotus dan ilalang melintasi bukit barisan. Dibalik gunung itulah terdapat kampung tempat kakek tinggal berpindah-pindah. Pada tahun 1955 barulah Balqis mulai sekolah di tempat yang dekat dengan rumah di kampung. Sedangkan sore menjelang maghrib pergi mengaji bersama ketiga saudara sepupu ke tempat Teh Munah (bibinya). Setelah shalat Isya mereka pun pulang memakai obor dan dalam perjalanan di temani peronda malam.
Masa sekolah di SRI Krueng Panjo tidak lama, karena pada tahum 1959 ia kembali ke Bireuen karena ayah dan ibunya sudah kembali ke Aceh. Dan pada tahun 1960 keluarganya pindah ke Banda Aceh, di SRI Taman Pahlawan dan SMI Pante Pirak diselesaikan disana, dan pada tahun 1964 kakeknya meninggal Balqis sekeluarga (H. Marzuki) kembali ke Bireuen untuk meneruskan usaha pompa bensin kakeknya.
Pada Usia TK Balqis dimanja diperlakukan seperti putri semuanya terima beres, pada usia 11 tahun setelah ikut orangtua baru Balqis mulai diberi tugas mengurus rumah, karena bertiga hampir sebaya :
- Kak Rahmah membersihkan rumah;
- Balqis mendapat tugas masak untuk keluarga yang berjumlah 11 orang;
- Sri mencuci pakaian.
Pada usia 15 tahun Balqis sudah menjadi sahabat orang tua, sering berdiskusi dalam segala hal : tentang pendidikan, agama, politik, dan mode, ayahnya berlangganan majalah Femina, Kartini, dan majalah panji manji masyarakat. Pendidikan selanjutnya yaitu SPIAN (1964-1967). Pada masa itu Balqis sudah menyukai kegiatan berorganisasi sebagai wahana untuk membina karakter. Yang sangat berkesan tahun 1965 main drama Kerawang Bekasi di gedung VOA Bireuen, tahun yang sama tanding tenis meja-